Kau berhak bahagia (cerpen fiksi)
”Mei,
Menurutmu apa yang membuat seseorang begitu tenang dalam menunggu? Tanyaku
sambil menyantap nasi goreng yang baru saja ku pesan di warung yang gak jauh
dari tempatku dan Mei bekerja. Mei sedang di depan leptop sedang
asyik mengerjakan laporannya. Seketika menoleh ke arahku “Tumben kau bertanya
hal seperti ini, hayooo jangan jangan kau sudah lelah menunggu ya” jawab Mei
sambil senyum-senyum meledekku.
Sudahlah
Mei, aku sedang tidak ingin
bercanda. Baiklah juni “Percaya” itu
saja jawabannya, Seseorang begitu tenang dalam menunggu, sebab ada rasa percaya
juni, mengapa ada rasa keresahan, kekhawatiran bahkan kegelisahan? Karena tidak
ada rasa percaya. Tidak ada satu hal yang pasti memang tapi rasa percaya ini
mampu memudarkan ketidak pastian.
Kau
menunggunya, itu ketidak pastian. Kau mau percaya? Balas Mei yang balik bertanya
padaku.
Aku
terdiam. Tidak ada satupun darinya yang membuatmu percaya bahwa kau harus
menunggunya sekian lama. Jadi, meletakkan kepercayaan itu harus pada tempatnya
Juni. Jelas Mei dengan intonasi tinggi.
Aku
terpikir dengan perkataan Mei barusan, berarti selama ini aku sudah salah
meletakkan kepercayaan kepada seseorang yang tak ingin kusebut namanya itu.
Betapa bodohnya aku begitu percaya dan yakin dan pada akhirnya yang ku dapatkan
hanya kekecewaan. Ditambah lagi ada begitu banyak hati yang ku abaikan demi
menunggunya. Gumamku dalam hati. Mei belum tau soal masalahku dengan seseorang
yang tak ingin kusebut namanya itu. Mungkin kalau dia tau pasti aku diceramahin
habis habisan. Sepertinya sekarang bukan waktu yang tepat untuk menceritakannya
pada Mei. Tapi aku harus menceritakannya.
Mei,
kau tau tidak selama ini aku begitu percaya dan yakin pada seseorang yang tak
ingin kusebut sanamya itu, berusaha menepis semua pikiran – pikiran negatif
tentangnya dan berusaha berpositif thingking terhadap keluarganya. Bagaimana
pun aku dan dia pernah merencanakan hal serius ingin menikah namun gagal karena
restu orang tua. Tapi di tahun ini dia menyampaian niatnya lagi dan mengatakan
ibunya sudah setuju dan berusaha menyakinkanku. Saat itu aku merasa di
perjuangkan Mei, kau tau? Restu ibunya sudah berhasil didapat dan kami juga
sudah merencanakan waktu pernikahan di tahun ini.
“Terus,
apa yang membuatmu tak yakin dan khawatir Jun? Tanya mei memotong ceritaku.
Ceritaku
belum selesai Mei, awalnya aku tak yakin tapi aku berpikir lagi aku merasa dia
sudah berusaha meminta restu ibunya dan apa salahnya aku terima saja lagian aku
mengenalnya pribadi yang baik. Tapi takdir berkata lain Mei, seminggu yang lalu
aku dibuatnya kecewa lagi untuk kedua kalinya. Ceritaku dengannya sudah
berakhir masih dengan alasan yang sama “Restu” Mei.
“
cinta tak direstui” ku kira itu hanya ada di sinetron saja Mei, tapi kali ini
kenyataan dan aku sendiri mengalaminya Mei.
“Juni
yang sabar ya, kau harus kuat. Allah lebih tau yang terbaik untuk hambanya. Itu
artinya dia bukan jodohmu Jun. Lanjut Mei menguatkanku sambil menepuk – nepuk
pundakku.
Aku
merasa terpukul sekali dengan kejadian ini, ya Allah berikanlah hambamu ini
kesabaran. Berharap aku dipertemukan dengan orang yang tepat dan di waktu yang
tepat.
“Kau
harus semangat jun, Move on dan
mencintai dirimu” pesan Mei padaku dengan tenang.
Ya,
Kau memang benar Mei, Aku harus move on
dan mencintai diriku. Aku tidak mau berlama – lama galau seperti ini. Aku harus
bahagia. Ya Bahagiaaaaaaaaaaa Mei . Teriakku dengan penuh semangat.
Mei
tersenyum legah melihatku kembali semangat.
Aku
berjanji pada diriku sendiri untuk tetap berjuang dan lebih semangat dalam
menjalani hari – hariku. Mencintai diri sendiri berarti menerima diri sendiri
seutuhnya dan berusaha untuk selalu konsisten dalam mengupdate kapasitas diri
baik ruhiya maupun lahiriah. Melakukan hal – hal yang membuatku bahagia seperti
makan – makanan yang enak dan sehat, pergi liburan sesekali dan tetap istiqomah
dalam menjalankan ibadah.
Karena
aku sadar bahwa kita berhak bahagia dan bahagia itu kita sendiri yang
menciptakan. Tidak perlu membandingkan hidup kita dengan orang lain karena itu
sama saja akan membuat kita tidak bersyukur dengan apa yang ada pada diri kita.
*SELESAI*
Komentar
Posting Komentar